Dengan kondisi perairan Indonesia yang jauh lebih luas daripada wilayah daratan (2,28 berbanding 1), serta penggunaan jalur maritim sebagai jalur distribusi yang telah berlangsung sejak lama, maka Blue Economy pas bila diterapkan di negara yang terdiri dari 17.000 pulau ini (2021).

Blue Economy merupakan konsep yang dapat digunakan untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi tanpa merusak ekosistem perairan sekaligus melindungi aneka peninggalan yang terkandung di dalamnya, seperti BMKT (Benda Muatan Kapal Tenggelam). Blue Economy dimaknai sebagai keberlanjutan usaha yang dapat bergerak sejalan dengan pelestarian lingkungan, dimana industri dan pemerintah dapat bertumbuh bersama secara holistik.

Sejumlah tantangan pun dijumpai seiring dengan pelaksanaan Blue Economy, seperti jumlah sampah plastik yang terus bertambah 6,8 juta ton per tahun di laut Indonesia (KLHK), penangkapan ikan berlebihan dan menggunakan bahan kimia, serta efek yang ditimbulkan akibat perubahan iklim.

Penggunaan teknologi yang kian canggih juga dapat menunjang keberlangsungan sumber daya di dalam air, seperti memanfaatkan program berbasis IoT (Internet of Things), cloud, dan bergantung pada big data, seperti yang pernah diaplikasikan di berbagai sektor industri seperti makanan dan minuman, tekstil, otomotif, obat-obatan, dan elektronik.

Sumber: Laksamana Pertama Bakamla Retiono Kunto, H, S.E (Direktur Kerja Sama Bakamla RI), Thomas Bell (Science and Communications Officer, PEMSEA), Kaisar Akhir, S.I.K., M.Sc. (Founder & Chairman, Maritim Muda Indonesia) dalam Youth IFSR (Y-IFSR) 2021