Jakarta - Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) jalin kerjasama dengan Yayasan Negeri Rempah menyelenggarakan kegiatan International Forum on Spice Route 2023 (IFSR 2023) dengan tema "Menghubungkan Kembali Jalur Rempah: Kontribusi Maritim Asia Tenggara terhadap Transformasi Global". Rangkaian acara ini dilaksanakan selama empat hari yaitu pada 20-23 September 2023 dalam bentuk hybrid.

Sebuah eksplorasi menarik tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan dari salah satu jaringan perdagangan paling signifikan di dunia. Hal ini dari penelusuran jejak perdagangan rempah-rempah kuno dan dampaknya yang besar terhadap dunia yang kita kenal sekarang. Demikian yang disampaikan Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH), Ahmad Najib Burhani dalam pembukaan IFSR 2023 di Jakarta pada Rabu (20/9).

"Saat ini India sedang sibuk mempromosikan jalur kapas dan jalur lain yang secara historis populer, misalnya Jalur Cinamon dan Jalur Sutra. Semua ini menjadikan forum dengan hakikat Indonesia sebagai negara maritim dan visi menjadi poros maritim global, perjalanan intelektual jalur rempah-rempah, dan kekayaan sejarah maritim Asia Tenggara. Mereka memainkan peran penting dalam membentuk perdagangan rempah-rempah global," ucapnya.

Najib menambahkan, jalur rempah-rempah bukan sekadar jalur perdagangan tetapi jembatan yang menghubungkan budaya, peradaban, dan mimpi. Hal itu di antara banyak komunitas yang telah meninggalkan jejak tak terhapuskan di jalur bersejarah ini.

Diulas pula olehnya, Bajau, Bajao, Bajo atau Bayo sering disebut sebagai pengembara laut atau gipsi laut yang melambangkan semangat maritim Asia Tenggara. Selama berabad-abad, mereka hidup harmonis dengan laut dengan menguasai seni navigasi dan perdagangan.

"Masyarakat Bajau memiliki legalitas dalam bentuk keberanian, kecerdikan, dan kemampuan beradaptasi yang tak terbatas, serta sifat-sifat yang tidak hanya menopang komunitas mereka. Akan tetapi, mereka juga berkontribusi secara signifikan terhadap kekayaan jalur rempah-rempah. Hubungan intim mereka dengan laut telah menjadi pusat pertukaran spesies dan budaya di wilayah yang jauh," imbuhnya.

Berbeda dengan bajau, ungkapnya, Sangihe Talaud atau Orang Sangir merupakan bukti keragaman mosaik yang membentuk sejarah jalur rempah-rempah membentuk bagian utara Asia Tenggara. "Praktik budaya mereka yang unik. Jaringan perdagangan dan kontribusi sejarah telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam narasi kompleks perdagangan rempah-rempah. Komunitas Sangihe Talaud berperan sebagai penjaga dan katalisator jalur rempah-rempah. Mereka berperan sebagai perantara dan kontributor perdagangan rempah-rempah antarbenua, sehingga semakin memperkaya kisah-kisah yang terkuak di sepanjang jalur kuno ini," paparnya.

Kreativitas Adaptasi Manusia dan Konsep Estetika dan Komunitas Maritim

Hari pertama IFSR 2023 terbagi dengan dua panel kegiatan. Panel pertama, membahas isu-isu terkait peran konsep estetika yang mendasari budaya material dan non material, dalam bentuk seni dan kreativitas pada adaptasi manusia di sepanjang jalur rempah-rempah. Diungkapkan di sini, seni adalah suatu bentuk ekspresi yang digunakan untuk mengomunikasikan ide, emosi, pengalaman, dan untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu penting.

Kebudayaan material mengacu pada benda-benda fisik yang diciptakan dan digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Benda-benda ini dapat mencakup apa saja mulai dari perkakas dan senjata hingga pakaian dan perhiasan. Budaya material dapat digunakan untuk mengekspresikan identitas, kepercayaan, dan nilai melalui pelaksanaan ritual. Hal ini juga dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain dan untuk menciptakan rasa kreativitas masyarakat yaitu kemampuan untuk memunculkan hal-hal baru dan adaptasi.

Panel tersebut ditujukan untuk mengeksplorasi cara-cara di mana budaya material, budaya non material, seni, dan kreativitas digunakan untuk merevitalisasi dan melindungi warisan budaya. Tentu saja juga dibahas tantangan dan peluang ke depan dalam upaya melindungi ekspresi seni yang berada di ambang kepunahan.

Panel selanjutnya ialah tentang Komunitas Maritim, Nelayan, perikanan dan komunitas maritim merupakan isu penting yang semakin penting dalam kancah global. di satu sisi, populasi dunia yang terus meningkat memerlukan pangan yang cukup dan sehat, dan ikan merupakan salah satu komoditas terpenting untuk memenuhi kebutuhan tersebut. di sisi lain, kita menyaksikan meningkatnya krisis perikanan dunia, permasalahan identitas, perbatasan dan batas-batas yang khususnya dihadapi oleh komunitas maritim dalam krisis ini.

Mereka memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perikanan global (ekonomi dan budaya) namun mereka sering hidup dalam kondisi yang buruk di darat dan di Laut. Strategi dan pendekatan baru diperlukan untuk lebih memahami sifat masalah ini dan untuk mengembangkan solusi dengan berbagi pembelajaran dan menginisiasi hubungan antara masyarakat dan komunitas dari berbagai negara yang terhubung melalui jalur rempah-rempah. panel ini menjelajahi inovasi, strategi, dan pendekatan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi nelayan dan sektor perikanan.

Bersamaan dengan itu, turut hadir  para narasumber dan moderator diantaranya Kepala Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PRMB) BRIN Lilis Mulyani, Peneliti Utama PRMB BRIN  Agus Heri Purnomo, serta Staf Ahli Menteri Bidang Kemaritiman dan Investasi Tukul Rameyo Adi. Selain itu Dewi Kumoratih dan Hassan Wirajuda dari Yayasan Negeri Rempah juga Hilmar Farid dari Kemendikbudristek, dan  Xu Liping dari China Academy of Social.(ANS/ ed. trs)

Sumber: https://www.brin.go.id/news/115410/brin-yayasan-negeri-rempah-jalin-kerja-sama-bahas-rempah-nasional