Loading...

“Reviving the World’s Maritime Culture through Spice Route as Common Heritage”

International Forum on Spice Route (IFSR) adalah sebuah forum yang membuka peluang dialog lintas batas dan lintas budaya dalam meninjau kembali jejak pertukaran antarbudaya berbasis Jalur Rempah yang menjadi pusaka alam dan pusaka budaya warisan bersama (common heritage) dalam lingkup regional. IFSR yang mengambil tema Reviving the World’s Maritime Culture through Spice Route as World Common Heritage ini menjadi sarana untuk memperkenalkan kembali peranan penting Indonesia dalam skala global. Dalam konteks yang lebih strategis, forum ini meletakkan Indonesia ke dalam percaturan perbincangan dunia.

Forum international pertukaran pengetahuan antarbudaya melalui narasi Jalur Rempah yang diinisiasi oleh Yayasan Negeri Rempah ini terbagi dalam kegiatan kuliah umum, diskusi panel, sesi berbagi, bedah buku, pameran, bazaar, dan temu komunitas.

Tema Diskusi:

  • Telaah historis - budaya maritim berbasis jalur rempah dan pertukaran antarbudaya:
    • Akar budaya maritim;
    • Keanekaragaman rempah dan penyebarannya;
  • Adaptasi manusia terhadap dinamika perubahan:
    • Interkonektivitas budaya maritim dan budaya agraris;
    • Perubahan iklim dan kebencanaan;
    • Perkembangan teknologi kemaritiman;
    • Pemanfaatan sumber daya, pelestarian warisan alam dan budaya.

Pembicara:

Prof. Dr. Anthony Reid

 

Pertanyaan besar yang disampaikan oleh Anthony Reid ialah mengapa Indonesia tidak melanjutkan pluralisme, kemaritiman, dan keterbukaannya dengan dunia. Indonesia sepertinya tidak terlalu antusias dengan takdirnya sebagai negara maritim atau keturunan dari pelaut. Padahal Nusantara dengan jalur rempah atau perdagangan maritimnya, berperan penting sebagai tempat pertemuan dan terkoneksinya masyarakat global. Pusat pertemuan global di Nusantara juga terlihat dari berkembangnya pengetahuan wawasan dan dunia yang lebih luas, mulai dari ajaran Buddha, Kristen, dan Islam, budaya Cina, Arab, dan Eropa yang nanti pada akhirnya akan mempengaruhi juga keragaman dalam pembentukan kelompok masyarakat di Nusantara. Anthony Reid juga mengajak kita untuk berefleksi dari ketegangan atau pertentangan antara sejarah Nusantara yang sangat global dan kosmopolit dengan keadaan masyarakat Indonesia saat ini yang nasionalis, koheren, dan setia dengan bangsanya.

Pembicara Kunci:

Hassan Wirajuda Ph.D (Ketua Dewan Pembina Yayasan Negeri Rempah) 

 

Indonesia merupakan makro-kosmos dunia karena posisinya secara geo-politik dan geo-ekonominya sangat strategis. Pada masa sejarah, Sriwijaya menjadi titik atau pusat perdagangan penting jalur rempah yg menghubungkan Samudera Hindia dan Pasifik. Rempah dari Nusantara merupakan komoditas perdagangan atau pertukaran yang berharga. Jalur rempah juga kemudian menggambarkan pentingnya keragaman Nusantara. Selain itu, perdagangan di jalur rempah bukan hanya melakukan pertukaran barang, tapi juga sebagai peralihan peradaban, yaitu dengan bertemunya pedagang atau pelayar dari Asia Timur, Cina, Arab, dan Eropa. Jalur rempah merupakan jalur perdagangan yang damai, tetapi setelah kedatangan orang-orang Eropa pada abad ke-18 dan 19 malah membawa malapetaka, terutama Belanda yang memonopoli perdagangan dan menjajah orang Indonesia. Tradisi nenek moyang untuk berbagi memudar. Sejarah kemaritiman menjadi akrab atas persaingan dan pertikaian. Seiring dengan kemajuan teknologi, rempah mulai kehilangan nilainya sebagai komoditas yang berharga. Dari masa lalu kita harus membicarakan visi Indonesia untuk masa mendatang dan bagaimana memaksimalkan keuntungan bagi pembangunan infrastruktur maritime. Jalur sutra atau jalur rempah sekarang konteksnya sudah berbeda dengan masa lalu, praktik perdagangan sudah bisa dilakukan melalui transportasi darat maupun udara. Penting untuk memikirkan bagaimana perdagangan melalui jalur maritim bisa berkompetisi dengan perdagangan darat dan udara. Pemahaman atas jalur rempah dan sejarahnya menjadi sangat penting untuk mengembangkan kebudayaan maritim Indonesia.