Pencemaran tidak hanya dapat terjadi pada air dan udara, namun juga pada tanah. Keberadaan limbah rumah tangga, industri, serta penggunaan pestisida yang berlebihan ikut mempengaruhi struktur tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya.
Limbah terbagi menjadi dua, yaitu yang diakibatkan dari kumpulan sampah organik serta anorganik. Meski sampah organik seperti bagian tumbuhan, hewan, dan kertas dapat diuraikan oleh mikroorganisme tanah (dekomposer), namun bila jumlahnya terlalu banyak, maka tetap saja dapat mempengaruhi kualitas tanah.
Sebagai contoh, di wilayah Desa Kupuk, Kecamatan Bungkal, Jawa Timur, terdapat area yang dijadikan tempat pembuangan limbah jamu oleh warga sekitar. Karena panas berlebih, maka memicu pembentukan api dari dalam tanah. Pestisida memiliki nama lain biosida, yaitu bahan kimia yang diciptakan untuk membunuh organisme. Penggunaan pestisida secara berlebihan tanpa perhitungan dan perencanaan yang baik tidak hanya sekadar berdampak pada pencemaran tanah, namun juga turut membunuh organisme nontarget, seperti cacing tanah dan dekomposer lainnya. Hal yang sama juga akan terjadi ketika limbah kimia dari industri merembes ke dalam tanah.
Upaya untuk memulihkan atau membersihkan tanah dari bahan pencemar dikenal dengan nama remediasi. Proses ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara in-situ dan ex-situ. Remediasi di tempat asalnya (in-situ) dapat menggunakan bantuan organisme hidup seperti bakteri dan jamur (bioremediasi) atau menggunakan tanaman (fitoremediasi). Sedangkan, remediasi ex-situ dilakukan dengan cara membawa tanah untuk kemudian diberi zat pembersih dan dikeluarkan zat pencemarnya.
Sumber: Beritajatim. (2019). Tanah di Ponorogo yang Keluarkan Bara Api Pernah Jadi Pembuangan Limbah Jamu | Pujiyanto, Sri. (2012). Menjelajah Dunia Biologi 1. Solo: Platinum