Rempah akan selalu menjadi sejarah dalam perkembangan Indonesia. Riwayat kelam memperebutkan rempah yang jadi primadona kala itu menjadikan negeri ini tanah koloni. Namun, lebih dari itu, Nusantara dengan posisi sangat strategis menjadi rute pelayaran tersibuk di dunia. Kawasan ini kemudian dikenal sebagai pemasok komoditas rempah dalam skala global.
 
Nilai penting tak terganti. Sejumput rempah memengaruhi situasi politik, ekonomi, sosial, dan budaya dunia. Alhasil, perdagangan Nusantara pun tak semata urusan pertukaran barang dan jasa, tapi memiliki andil besar dalam peralihan peradaban.
 
Kini, eksistensi rempah menjadi bukti kekayaan Nusantara yang lestari selama berabad-abad, sekaligus wujud pertukaran budaya. Karena itu, beragam cara dilakukan untuk mempertahankannya agar tidak punah.
 
"Perdagangan rempah di Indonesia meninggalkan jejak peradaban dalam bentuk peninggalan situs bersejarah, upacara budaya, serta melahirkan produk budaya yang dihasilkan oleh sumber daya alam yang melimpah," kata pendiri Yayasan Negeri Rempah, Bram Kushardjanto dalam bincang-bincang bertajuk ‘Makan Sepinggan: Membaca Indonesia di Balik Rempah dan Makanan Nusantara' di Jakarta, Kamis (10/10).
Rempah Indonesia beragam dan melimpah. Dari belahan barat hingga timur negeri, rempah memiliki karakteristik dan citarasa unik. Aroma dan rasa khas ini kemudian membuatnya wajib menjadi bagian dalam skema kuliner Nusantara. Bumbu penguat rasa menjadikan setiap hidangan melahirkan sensasi berbeda.
 
Andaliman, misalnya, terkenal dengan sebutan ‘merica Batak' yang menjadi bumbu masakan khas masyarakat Toba dan sekitarnya. Rasa rempah ini cukup unik, dengan aroma jeruk nipis dan 'tarikan' rasa pedas yang mampu menggetarkan lidah cukup lama.
 
Juga temu mangga yang konon merupakan jenis rempah asli Betawi. Bentuknya seperti kunyit, tapi warnanya lebih pucat, dengan tekstur sedikit keras serta aroma seperti buah mangga. Rempah ini biasa digunakan untuk membuat laksa betawi. Selain temu mangga yang semakin langka, ada pula botor. Masuk keluarga kacang-kacangan, rempah ini juga berasal dari Betawi. Namun, rempah ini sulit ditemukan karena sepi peminat.
 
Sementara Maluku Utara yang tersohor sebagai 'surga rempah' terkenal akan cengkih tertuanya, yaitu cengkih Afo. Keberadaannya terletak di kaki Gunung Gamalama dan menjadi situs warisan dunia. Selain itu, di wilayah ini terdapat tumbuhan lainnya seperti pala, kenari, kopi dan kayu manis.
 
"Pohon cengkih Afo bukan hanya tertua di dunia, tetapi memiliki nilai sejarah. Pada masa penjajahan, Belanda sempat membakar seluruh hutan rempah dan hanya tersisa ini untuk dijaga dan dilestarikan keberadaannya," ujar pendiri Komunitas Cengkeh Afo & Gamalama Spices, Kris Syamsudin kepada Harian Nasional.

Kris menyadari, diperlukan langkah nyata untuk menjaga eksistensi situs warisan ini. Karena itu pula, ia beserta kawan-kawan di satu komunitas rutin menghadirkan pelatihan yang bersifat edukatif, serta mengingatkan masyarakat bahwa menjaga kelestarian hutan itu sangat penting.

"Setelah itu bersama-sama masyarakat sekitar menjadi polisi hutan," kata dia, menambahkan.

Sumber: Harian Nasional, 17 Oktober 2019