Selasa, 22 September

10.00 – 12.00 WIB

 

Pembicara: 

1. Ariel C. Lopez, Ph.D.  (Pusat Asia, University of the Philippines)

2. Ian Christoper Alfonso, M.A.  (Komisi Sejarah Nasional Filipina)

3. Prima Nurahmi Mulyasari, M.A. (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI))

4. Marina Kaneti Ph.D.  (Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapore)

Moderator: Dewi Kumoratih (Negeri Rempah Foundation / Universitas Bina Nusantara)

 

Asia Tenggara menjadi salah satu bagian Jalur Rempah sejak dulu. Selain Indonesia, Filipina juga menempati posisi penting, termasuk sebagai bagian dari rute Maluku-Tiongkok. Di bawah kekuasaan Spanyol, letak Filipina strategis karena dekat dengan Maluku. Ariel C. Lopez juga menjelaskan bahwa di luar rute Maluku-Tiongkok, persebaran manusia dari Filipina mencapai Tanjung Priok dan dikenal sebagai kelompok Papanggo. Kelompok ini adalah tentara dan budak dari daerah Pampanga di Filipina yang direkrut Spanyol dan Belanda. Salah satu penguat relasi Indonesia-Filipina adalah agama Islam yang dianut masyarakat Filipina Selatan. Ian Christopher Alonso juga menceritakan tema kemenangan dan kemanusiaan dalam sejarah bersama Indonesia-Filipina yang menuntut kedaulatan. Sejarah bersama ini berhubungan dengan kolonialisme. 

Di masa kini, pangan masih menghubungkan orang dari berbagai belahan dunia, tetapi tidak lagi dengan penjajahan. Di Belanda, ada sekitar 150 restoran Indonesia pada 2016 berdasarkan data Kementerian Luar Negeri. Menurut Prima Nurahmi Mulyasari, pangan bisa jadi cara membangun kesepahaman antar-budaya sekaligus jadi identitas Indonesia di mata dunia. Ini juga yang dijelaskan Marina Kaneti bahwa Jalur Rempah sesungguhnya dibangun dari keramahan masyarakat di Asia Tenggara untuk menjalin hubungan dengan berbagai komunitas.