23 September 2020

09.30 – 12.00 WIB 

 

Pembicara:

1. Dr. Junus Satrio Atmodjo (Yayasan Negeri Rempah) 

2. Ratna Dewi (Seloko Institut / WWF Jambi) 

3. M. Ridwan Alimuddin (Ekspedisi Bumi Mandar / Perahu Pustaka)

4. Widjanarka Arka (Universitas Palangkaraya)

Moderator: Dr. Tjahjo Suprajogo (IPDN Kemendagri / Pendiri Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca)

 

Sungai memiliki peranan yang tidak kalah penting dari laut dalam membentuk kawasan Jalur Rempah. Peranan sungai yang paling utama adalah menghubungkan Laut dengan masyarakat di kawasan pedalaman yang jauh dari laut atau pesisir. Jalur yang dilewati sungai ini jadi turut berperan dalam membangun kawasan Jalur Rempah, terutama lewat pertukaran komoditas di titik-titik berlabuhnya kapal dalam perjalanan menyusuri sungai. 

Desain perahu yang digunakan masyarakat pada zaman dahulu tidak hanya untuk mengarungi laut, tetapi juga sungai dan rawa. Junus Satrio Atmodjo mencontohkan perahu-perahu kecil dari Jambi dan Sumatera Selatan yang disusun dari pasak dan rotan. Dengan desain tersebut akan lebih memudahkan mengarungi sungai dan rawa. Ini menunjukkan budaya maritim bukan hanya milik masyarakat pesisir, tetapi juga terjamah oleh masyarakat daratan pedalaman melalui jalur sungai. 

Ratna Dewi mengumpamakan sungai sebagai urat nadi dan laut adalah tubuhnya. Dilihat dari sejarah munculnya kerajaan-kerajaan, sungai kerap jadi pusat, seperti Batanghari, Musi, Kampar, Ciliwung, dan banyak lagi. Hubungan manusia dan sungai melahirkan tradisi-tradisi seperti Semah Rantau, Lubuk Larangan, Mandi Mapangir, dan Sumpah Karang Setio. Namun, fungsi sungai ini sudah tergerus perkembangan zaman. Bukti lain fungsi sungai dalam membangun kawasan Jalur Rempah dapat ditemukan di Mandar dengan perahu cadik dan patung Buddha sebagai jimat pelaut dan nelayan, seperti diceritakan M. Ridwan Alimuddin. Tidak hanya pada perahu, peradaban maritim yang bergantung pada sungai juga dapat dilihat dari pemukiman yang dibangun sebagai tempat perhentian sementara saat mengarungi sungai seperti di kawasan Kampung Bontang Kuala dan Malahing Bontang Kaltim yang diceritakan Widjanarka Arka.